Warga ternyata telah mengingatkan pembina pramuka SMPN 1 Turi Sleman, Yogyakarta terkait kegiatan susur sungai yang mereka laksanakan. Jawaban tidak mengenakkan justru dilontarkan sang kakak pembina: Enggak apa apa, kalau mati di tangan Tuhan. Keterangan tersebut disampaikan penyintas, Tita Farza Pradita. Simak selengkapnya:
Seorang korban selamat dalam tragedi susur sungai SMPN 1 Turi Sleman, Jumat (21/2/2020) lalu, Tita Farza Pradita, bercerita tentang peringatan warga setempat terkait kegiatan mereka. Tita, demikian sapaan gadis itu, mengaku mendengar warga memperingatkan pembina Pramuka sebelum susur Sungai Sempor berlangsung. "Sama warga sudah diingetin. Saya mendengar ada warga yang memperingatkan," kata Tita, seperti dilansir Kompas TV.
Namun, lanjut Tita, peringatan tersebut disambut kata kata tak enak dari pembinanya. "Katanya, 'Enggak apa apa, kalau mati di tangan Tuhan', kata kakak pembinanya," ujar Tita yang mengaku mendengar langsung jawaban pembinanya tersebut. Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara mendesak investigasi dilakukan hingga tuntas menindaklanjuti tragedi susur sungai SMPN 1 Turi, Sleman.
Menurutnya, kejadian itu merupakan bentuk kelalaian penyelenggara, dalam hal ini sekolah dan pembina. Apalagi, menurut informasi yang ia dapatkan, para siswa tidak dibekali dengan kelengkapan susur sungai sesuai standar. "Saya dengar tidak pakai helm, tidak pakai pelampung, ini kan lalai sekali," kata Mensos.
Ia menegaskan, tidak boleh ada kegiatan yang berpotensi membahayakan orang lain akan tetapi tidak disertai dengan perlengkapan perlengkapan keamanannya. "Safety nya itu harus diperhatikan," tandas Juliari. Mensos juga berkunjung langsung menjenguk korban luka, kemudian ke Sungai Sempor dan mendatangi rumah duka keluarga almarhum Nur Aziza dan almarhum Latifah Zulfa, Sabtu (22/2/2020).
Menteri sosial menyerahkan santunan kepada ahli waris korban meninggal dunia. Tiap keluarga mendapat santunan Rp 15 juta. ""Santunan dari Kemensos Rp 15 juta per korban yang meninggal, yang luka ditanggung pemerintah daerah sepenuh hingga bisa di pulangkan ke rumah masing masing," ucap dia. Dosen Sumber Daya Air dan Sungai Fakutas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Maryono menegaskan, kegiatan susur sungai tidak diperuntukkan bagi anak anak dan remaja.
Hal tersebut sekaligus menanggapi peristiwa hanyutnya ratusan siswa SMP Negeri 1 Turi, Sleman, yang terbawa arus sungai saat melakukan susur sungai, Jumat (21/2/2020) sore. "Idealnya susur sungai dilakukan oleh orang orang dewasa, anak dan remaja tidak boleh susur sungai," kata Agus saat dihubungi oleh Kompas.com. Orang dewasa yang dimaksud adalah mereka yang telah memiliki keterampilan.
"Seperti TNI, Mapala, komunitas sungai, mereka mereka yang telah terbiasa," ucap dia. Sementara dalam kasus hanyutnya siswa siswa SMPN 1 Turi, beberapa di antara korban selamat mengaku belum pernah menyusuri sungai sebelumnya. "Ini merupakan pengalaman pertama saya seperti ini. Saya luka beberapa di kaki karena terkena batu," kata Salma, siswa kelas 7 SMPN 1 Turi.
Dalam kejadian tersebut, sebanyak 10 siswa ditemukan dalam keadaan tewas. Sementara itu, puluhan siswa lainnya mengalami luka luka. Polisi telah menetapkan satu orang pembina sekaligus guru SMPN 1 Turi berinisial IYA sebagai tersangka. Ia disebut menjadi penginisiasi kegiatan tersebut. Namun, saat susur sungai berlangsung, IYA diketahui meninggalkan lokasi.
"Satu pembina ada keperluan sehingga meninggalkan rombongan setelah mengantar siswa di lembah Sempor. Dan yang meninggalkan peserta inilah statusnya dinaikkan menjadi tersangka," demikian dikutip dari akun Twitter Polda DIY, @PoldaJogja. IYA dijerat Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia. Polisi juga menjerat IYA dengan Pasal 360 KUHP mengenai Kelalaian yang Menyebabkan Orang Lain Luka luka. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.