Kasus mega korupsi PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI telah menemui titik terang dengan berhasilnya ekstradisi Maria Pauline Lumowa dari Serbia. Proses ekstradisi ini dilakukan oleh delegasi pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly. Serah terima Kemenkumham dengan pemerintah Serbia dilakukan pada Kamis (9/7/2020), pukul 14.30 waktu setempat.
Maria kemudian diberangkatkan ke Indonesia menggunakan pesawat Garuda Indonesia pada pukul 17.00 waktu setempat. Hingga akhirnya Maria Pauline Lumowa, telah tiba di Indonesia pada Kamis (9/7/2020). Maria mendarat di Bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 10.40 WIB.
Diberitakan sebelumnya, Maria menjadi tersangka kasus pembobolan BNI senilai 1,7 triliun. Iasudah menjadi buronan sekitar 17 tahun lamanya, kemudian diekstradisi dari Serbia. Namun tidak hanya Maria Pauline Lumowa saja, berikut 11 daftar pelaku korupsi BNI 1,7 Triliun, dilansir Kompas TV:
Mantan Dirut PT Magnetic Usaha Indonesia, vonis 15 tahun penjara. Konsultan Investasi PT Sagared Team, vonis penjara seumur hidup. Mantan Direktur Utama PT Tiranu Caraka Pasifik, Vonis 7 tahun penjara.
Mantan Kepala Divisi internasional BNI, vonis 5 tahun penjara. Quality Assurance Divisi Kepatuhan Bank BNI Kantor Besar, 5 tahun penjara. Mantan Kepala Customer Service Luar Negeri BNI Kebayoran, vonis penjara seumur hidup.
Mantan Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia, vonis 15 tahun penjara. Mantan Dirut PT Bhinekatama, vonis 8 tahun penjara. Mantan Kabareskrim Mabes Polri, vonis 1 tahun 6 bulan.
Mantan Dirut PT Metranta, vonis 8 tahun penjara. Mantan Dirut PT Pantipros, vonis 15 tahun penjara. Pada Oktober 2002, BNI cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan memproses pengajuan pembiayaan ekspor impor dari PT Gramarindo Group.
Perusahaan tersebut milik Maria Pauline Lumowa dan juga Adrian Waworuntu. Kemudian pada Juni 2003, BNI melakukan penyelidikan dan mengetahui ternyata PT Gramarindo tidak pernah melakukan kegiatan ekspor. Lantas munculah dugaan Letter of credit (L/C) fiktif, hingga BNI melaporkan hal tersebut ke pihak Mabes Polri.
Selanjutnya, sepanjang Oktober 2002 hingga 2003, PT Gramarindo Grup ini mencairkan Letter of Credit senilai 136 Juta Dollar Amerika Serikat (AS) dan juga 56 Juta Euro atau setara Rp 1,7 Triliun Rupiah. Rupanya dana pinjaman yang saat itu disebut untuk memperlancar ekspor, ternyata tidak digunakan sebagaimana mestinya. PT Gramarindo Group pun menggunakan dana tersebut dan tidak bisa memenuhi kewajibannyapada BNI.
Lalu pada September 2003, Maria Pauline Lumowa terbang ke Singapura dan belakangan diketahui dirinya pindah ke Belanda. Dari hasil pelaporan kepada pihak Mabes Polri dan pemeriksaan awal, polisi menetapkan Maria Pauline, Adrian Waworuntu, dan dua pejabat TNI sebagai tersangka dugaan L/C fiktif Pada Desember 2003 Maria Pauline Lumowa mengaku siap diperiksa bila pemeriksaan dilakukan di Singapura.
Sementara ia tak bisa dibawa ke Indonesia karena tak ada perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Hingga akhirnya, 17 tahun pelarian Maria Pauline berhenti pada Juli 2020, ketika Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berhasil membawa pulang Maria Pauline Lumowa dari Serbia.