Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya kembali mengkritisi kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Kebijakan terbaru Anies Baswedan ini adalah mengizinkan reklamasi Ancol dan Dufan. Padahal diketahui saat kampanye Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 silam, Anies Baswedan menolak keras soal izin reklamasi.
Akan tetapi, kini Anies Baswedan malah menerbitkan izin reklamasi untuk perluasan kawasan Taman Impian Jaya Ancol dan Dunia Fantasi ( Dufan). Izin ini tercantum dalam surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020 yang diteken pada Februari 2020. Kepgub tersebut berisikan tentang izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi Dufan seluas lebih kurang 35 hektar (ha) dan kawasan rekreasi Taman Impian Jaya Ancol seluas lebih kurang 120 hektar.
"Memberikan izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi dunia fantasi (Dufan) seluas lebih kurang 35 hektar dan kawasan rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas lebih kurang 120 hektar," tulis Anies Baswedan dalam Kepgub itu. Anggota fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim mengaku mendukung penuh langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengizinkan reklamasi perluasan lahan di Ancol dan Dunia Fantasi ( Dufan) seluas kurang lebih 155 hektar. Dukungan itu karena Anies Baswedan disebut sebut akan membangun masjid apung dan Museum Internasional Sejarah Rasulullah SAW serta Peradaban Islam di lahan reklamasi tersebut.
"Reklamasi di Ancol dan Dunia Fantasi nantinya kan untuk masyarakat, akan dikembangkan, dibangun masjid terapung bahkan museum sejarah Rasulullah Muhammad SAW yang merupakan panutan pribadi saya, bahkan semua umat muslim," ujar Hakim saat dihubungi, Selasa (7/7/2020). Ia menuturkan, dengan adanya berbagai fasilitas di atas lahan reklamasi ini, bisa untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). Tak hanya itu, dari sektor pariwisata pun dapat mendatangkan wisatawan dari mancanegara.
"Justru wisata wista nya harus dikembangkan sejajar dengan negara lain, seperti Hongkong, Disneyland. Toh nanti bisa meningkatkan PAD, ini kan salah satu cara untuk menarik wistawan muslim di dunia pada datang ke sini, ke museum itu," kata dia. Pria yang akrab disapa Bung Hakim ini juga mengatakan, dirinya ingin lahan reklamasi Ancol yang tadinya kawasan private dan tertutup, bisa diakses untuk publik. "Kalau memang untuk kepentingan warga DKI Jakarta dan masyarakat umum kenapa tidak," ujarnya.
Anggota Komisi A DPRD DKI ini juga meminta agar masyarakat tidak terus menerus mengkritik kebijakan Anies Baswedan soal izinkan reklamasi Ancol dan Dufan. "Kita lihat dulu lah rencana Pak Anies seperti apa, lihat dulu, jangan dulu rame, ribut dulu, kasih kesempatan kepada pak Gubernur seperti apa dan bagaimana perluasan kawasan itu akan dibangun," tegasnya. Melihat dan membaca pemberitaan terebut, Yunarto Wijaya pun memberikan sindirannya.
Ia mengaku tertawa melihat aksi anggota DPRD yang bernama Lukmanul Hakim ini. "Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang…" tulis Yunarto Wijaya di laman Twitternya. Unggahan Yunarto Wijaya pun sempat dikomentari oleh netizen.
Ia menduga ada makna dibalik dukungan sang anggota DPRD DKI ini. "Aku tahu kenapa dia bilang ke media mendukung reklamasi nya Anies. (emoji senyum)," tulis akun Twitter @thedufresne. "Hmmmm," jawab Yunarto Wijaya.
Anggota Fraksi PDI P DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mengatakan, izin reklamasi yang diterbitkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan utuk perluasan kawasan Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan) cacat hukum. Izin yang dikeluarkan Anies itu tercantum dalam surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020. Kepgub tersebut berisikan izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi Dufan seluas lebih kurang 35 hektar (ha) dan kawasan rekreasi Taman Impian Jaya Ancol seluas lebih kurang 120 hektar.
Menurut Gilbert, keputusan gubernur harus didasarkan pada aturan di atasnya yang sesuai. Kepgub Nomor 237 Tahun 2020 tentang reklamasi Ancol dan Dufan haruslah didasari oleh Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan zonasi. "Demikian juga sebelum SK keluar, haruslah ada konsultasi teknis dengan Kementerian Kelautan, ada analisis dampak lingkungan dan sebagainya," kata Gilbert saat dihubungi, Selasa (7/7/2020).
Namun, SK tersebut hanya didasarkan pada UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Keistimewaan DKI, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan padahal SK ini mengenai zonasi. Sementara Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDTR dan zonasi tidak memuat Ancol, hanya memuat Dufan. Perluasan harus didasarkan pada Perda RDTR. Keputusan gubernur berada di bawah Perda status kekuatan hukumnya.
Dalam rencana reklamasi 17 pulau, yang menjadi milik PT Jaya Ancol adalah pulau J dan K, sedangkan dalam Kepgub Nomor 237 Tahun 2020 disebutkan pulau K dan L. Pulau L sebelumnya adalah milik PT Manggala Krida Yudha dengan luas 481," ujar dia. (*)