Kasus Covid 19 di Indonesia kembali mencatatakan laporan harian tertinggi dengan tambahan 1.241 kasus positif pada Rabu (10/6/2020). Penambahan kasus dalam laporan harian ini menjadi angka tertinggi melewati kasus tertinggi yang dilaporkan sehari sebelumnya pada Selasa (9/6/2020) yakni berjumlah 1.043 kasus saat itu. Ini juga merupakan kedua kalinya, kasus baru Corona tembus di atas angka 1.000 per hari.
Dengan penambahan 1.241 kasus baru, kini kasus positif di Indonesia menjadi 34.316 dari sebelumnya 33.076 kasus positif. Selain penambahan kasus positif yang cukup tinggi, kasus sembuh juga dilaporkan mengalami penambahan signifikan sebanyak 715 pasien yang sembuh. Jumlah korban meninggal dunia akibat virus corona bertambah 36 kasus, sehingga total kasus kematian menjadi 1.959 kasus dari sebelumnya 1.923 kasus.
Per Rabu (10/6/2020), jumlah kasus covid 19 ada sebanyak 34.316 dengan kasus sembuh 12.129 dan kematian sebanyak 1.959 kasus. Terdapat sejumlah pandangan perihal tren lonjakan kasus ini, baik yang disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Covid 19, Achmad Yurianto hingga para ahli ahli epidemiologi, berikut informasi lengkapnya. Achmad Yuriantomengatakan penambahan yang cukup signifikan ini merupakan buah dari upayacontact tracingyang dilakukan.
Jumlah kasus positif hari ini, didominasi dari pemeriksaan spesimen yang dikirim dari puskesmas dan dinas kesehatan. "Penambahan kasus positif ini, disebabkan karena tracing yang agresif dilakukan," kata Achamd Yurianto seperti disiarkan kanal YouTubeBNPB. "Sehingga bisa kita lihat bahwa sebagian besar penambahan kasus ini adalah spesimen yang dikirim oleh puskesmas atau dinas kesehatan, tidak didominasi oleh spesimen yang dikirim olehrumahsakit," terangnya.
Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa upaya tracing yang agresif mampu menangkap banyak kasus positif. Contact tracing ini merupakan upaya pelacakan terhadap orang yang mempunyai kontak dekat dengan pasien yang dinyatakan positif corona. Orang tersebut akan mendapat prioritas untuk dilakukan tes swab.
"Sudah barang tentu kita akan menginginkan untuk melakukan isolasi dengan sebaik baiknya secara mandiri agar tak menjadi sumber penularan bagi orang lain," ujara Yuri. HinggaRabu (10/6/2020) sebanyak 446.918 spesimen yang telah diperiksa pemerintah. Angka tersebut naik, setelah pemerintah menyelesaikan pemeriksaan terhadap 17.757 spesimen dalam 24 jam terakhir ini.
"Sampai hari ini kita sudah memeriksa total keseluruhan spesimen sebanyak 446.918 spesimen," kata Yuri. Pemeriksaan spesimen ini dilakukan dengan dua metode. Metode pertama yakni real time polymerase chain reaction (PCR) dan metode kedua yakni tes cepat molekuler (TCM).
Angka tersebut seperti diketahui semakin mendekati angka target yang dikemukakan Presiden Joko Widodo, yakni 20 ribu spesimen per hari. "Kita akan terus meningkatkan upaya kita melaksanakan pemeriksaan lebih masif lagi, sehingga kita bisa mendapatkan hasil yang jauh lebih optimal. Target 20 ribu per hari harus kita laksanakan," kata Yurianto. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi, DR Dr Hariadi Wibisono memberikan pandangannya terkait kenaikan kasus corona di Indonesia.
Hariadi menilai, satu faktor penyebab kenaikan kasus ini bisa jadi disebabkan masyarakat salah mengartikan makna new normal itu sendiri. "Pemahaman masyarakat umum terhadap new normal masih dianggap normal, padahal sama sekali tidak demikian." "Normal kondisinya berbeda dengan new normal ," ucapnya dikutip dari channel YouTube tvOne, Kamis (11/6/2020).
Hariadi melanjutkan, dalam kondisi normal masyarakat boleh keluar rumah tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Mulai dari tidak cuci tangan, tidak menggunakan masker atupun tidak perlu menerapkan prinsip social distancing dan physical distancing . "Waktu normal Anda boleh kerluar tanpa masker, tidak cuci tangan, Anda masuk kerumunan tidak apa apa."
"Tapi di new normal itu menjadi syarat, tidak boleh masuk ke kerumunan, gunakan masker, dan cuci tangan." "Kalau itu tidak terpenuhi, new normal merupakan penyebab penularan yang semakin tinggi," imbuhnya. Terkait angka penularan, Hariadi juga memberikan pandangannya.
Ia mengatakan selama penularan masih terjadi, maka permasalahan Covid 19 di Indonesia itu belum selesai. "Bisa satu orang ke satu orang, satu orang ke dua orang, satu orang ke tiga orang." "Selama masih satu orang menularkan ke orang lain, berarti masalah belum selesai," ujarnya.
Terakhir Hariadi menyoroti belum terwujudnya pelaksanaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara maksimal. Ia mengatakan jika kebijakan tersebut tidak dioptimalisasi, maka angka kenaikan kasus tidak dapat terhindarkan. "Saya kembali mencoba merumuskan apa prinsip dari PSBB, yaitu prinsip menjauhkan dari kerumuman."
"Selama (PSBB) tidak terwujud dengan sempurna, artinya orang masih kontak satu sama lain, pasar masih ramai." "Maka transmisi masih terjadi angka kenaikan kasus jadi satu konsekuensinya, angka berapa? tergantung berapa intens penularan itu terjadi," urainya panjang. Hariadi menjelaskan, penerapan PSBB selama ini belum terwujud seperti yang diharapkan, apalagi ditambah adanya langkahpelonggaran.
"Selama PSBB belum berhasil dan optimal dilaksanakan. Pelonggaran itu akan meningkatkan transmisi." "Kita lihat pada waktu PSBB saja lalu lintas masih ramai," tandasnya. Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga, Atik Choirul Hidajah mengungkap adanya kenaikan kasus dapat disebabkan oleh sejumlah faktor.
Faktor pertama penambahan kasus terkonfirmasi Covid 19 dapat terjadi lantaran masifnya testing yang telah dilakukan. Seperti yang terjadi di wilayah Jawa Timur beberapa waktu belakangan ini. "Dari rapid test terlihat reaktif dan dilanjutkan dengan pemeriksaan dengan PCR akan bisa menemukan jumlah orang sakit lebih banyak," katanya dikutip dari channel YouTube tvOne.
Faktor kedua penyebab melonjaknya kasus corona di Indonesia juga bisa disebabakan karena memang angka penularan memang masih tinggi di tengah tengah masyarakat. Atik melanjutkan, terdapat sejumlah indikator yang digunakan untuk menjabarkan perjalanan kasus. Satu indikator sesuai dengan saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dapat digunakan untuk melihat epidemi terkendali atau tidak melalui reproduction number.
"Di Kota Surabaya misalnya, angka reproduction number sudah pada angka sekitar 1,1 sekian, ini tentu sesuatu yang baik." "Angka ini bisa naik lagi karena perilaku masyarakat yang tidak terkendali," imbuhnya.